exposure dalam fotografi

Wednesday, April 6, 2011 0 comments


exposure adalah istilah dalam fotografi yang mengacu kepada banyaknya cahaya yang jatuh ke medium (film atau sensor gambar) dalam proses pengambilan foto.

Untuk membantu fotografer mendapat setting paling tepat untuk exposure, digunakan lightmeter. Lightmeter, yang biasanya sudah ada di dalam kamera, akan mengukur intensitas cahaya yang masuk ke dalam kamera. Sehingga didapat exposure normal.


Hal-hal yang memengaruhi exposure
  •     Jenis dan intensitas sumber cahaya
  •     Respon benda terhadap cahaya
  •     Jarak kamera dengan benda
  •     Shutter speed.
  •     Bukaan/diafragma.
  •     Ukuran ISO/ASA film yang digunakan.
  •     Penggunaan filter tertentu.
Pengaruh tingkat exposure

Tingkat exposure akan memengaruhi tingkat ke-terang-an foto secara keseluruhan.
Selain itu, respon tiap benda di dalam satu karya fotografi akan berbeda, sehingga dengan pengolahan yang tepat fotografer bisa mengatur emphasis yang dihasilkan.



exposure tidak normal

Ada dua jenis pajanan tidak normal yang sering ditemui di dalam karya fotografi, yaitu over eksposure dan under exposure.
Overexposure adalah keadaan foto yang dipajan lebih lama dari yang diinstruksikan lightmeter atau subjek yang ditangkap lebih terang dari sebenarnya. Sementara under exposure adalah keadaan sebaliknya.
Tidak ada ukuran benar atau salah untuk penentuan pajanan. Seluruhnya tergantung tingkat emphasis dan hasil foto yang diinginkan fotografer

Nilai exposure

Seperti kita ketahui bahwa cahaya luar akan diteruskan oleh lensa menuju ke atas focal plane. Dalam perjalanannya, cahaya tersebut melewati rintangan-rintangan optik sepanjang jajaran lensa dan sebagian darinya akan diredam (karena tidak mempunyai amplitudo/intensitas yang cukup siknifikan), atau terpantul oleh permukaan tiap-tiap jajaran lensa hingga memengaruhi akurasi warna pada hasil foto akhir, menimbulkan efek flare atau ghosting artifact/motion blur; sebagai akibat dari sifat lensa yang meneruskan, membiaskan, meredam, memantulkan cahaya.

Ini berarti bahwa, walaupun lensa-lensa komersial telah ditera berdasarkan standar CCI (Colour Contribution Index) yang ditetapkan oleh IOS (International Organization for Standardization), penggunaan bahan gelas/kaca yang berbeda untuk tiap-tiap lensa beserta jenis coating yang dipakai akan berpengaruh pada lebar spektrum dan intensitas cahaya yang sampai ke permukaan focal plane.

Pada sekitar tahun 1950, konsep mengenai exposure value dikembangkan di Jerman untuk menyederhanakan pengukuran cahaya yang jatuh ke atas focal plane dengan menghilangkan parameter lensa untuk mendefinisikan nilai exposure yang absolut menjadi relatif.

Nilai exposure absolut menurut standar fotometri didefinisikan sebagai daya pendar (, bukan intensitas) cahaya yang terjadi di atas focal plane pada rentang waktu tertentu, dirumus


di mana:
  • H : adalah nilai pajanan/luminous exposure (lux detik)
  • E : adalah tingkat iluminasi pada focal plane (lux)
  • t : adalah rentang waktu iluminasi (detik)
Nilai exposure relatif yang lebih sering dipakai dalam fotografi didefinisikan dari parameter kamera yang berpengaruh terhadap tingkat iluminasi pada focal plane, yaitu en:aperture dan en:shutter speed. Rumus yang digunakan adalah:


di mana:
EV: adalah nilai pajanan (stop)
N: adalah nilai aperture (f-number)
t: adalah nilai shutter speed/rentang waktu iluminasi (detik)

Nilai pajanan serupa menurut proposal standar sistem APEX (Additive system of Photographic Exposure) dari ASA (American Standards Association) adalah penyederhanaan formulasi logaritmik di atas menjadi aritmatik:


di mana: Av (nilai aperture) and Tv (nilai rentang waktu iluminasi) didefinisikan:
Av = log2 A2
dan
Tv = log2 (1/T) \,,
dengan

  • A adalah nilai aperture (f-number)
  • T adalah rentang waktu iluminasi/shutter speed (detik)
  • Ev adalah nilai pajanan (stop)
  • Av adalah nilai f-stop (stop)
  • Tv adalah nilai shutter-stop (stop)
Tabel kesetaraan nilai pajanan relatif adalah:


*Akhiran ‘m’ menunjukkan rentang iluminasi dalam detik.
Dengan demikian, sebagai contoh: nilai pajanan 3 stop pada ISO 100 tidak menunjukkan tingkat iluminasi yang sama dengan nilai pajanan 3 stop pada ISO 400. Korelasi antara nilai pajanan dengan ISO dirumuskan:
Sebagai contoh, nilai pajanan pada ISO 400 adalah 2 stop lebih besar daripada pada ISO 100:
atau nilai pajanan pada ISO 50 adalah 1 stop lebih kecil dari padapada ISO 100:
Nilai pajanan yang menunjukkan tingkat iluminasi, baik absolut maupun relatif, tidak mewakili tingkat visibilitas pada akhir foto, sehingga pada kamera biasanya dilengkapi dengan exposure meter indicator yang berfungsi sebagai panduan untuk menentukan mid-tone pada setiap ISO setting dari tiap-tiap area metering, misalnya: spot, matriks, dll



0 comments :

 

© Copyright Fadey Jevera